Saya semakin merasa kepedulian sosial di antara masyarakan Indonesia ini kian terkikis. Sementara poli-tikus tikus sibuk saling menjual diri dan menjual isu kemiskinan untuk kepentingan mereka sendiri. Bullshit total kalo mereka itu benar-benar mikirin orang-orang susah, wong cilik dan lain sebagainya yang mereka buai dengan janji-janji surga selama masa jual diri tersebut.
Di Ternate, aparat disibukkan dengan situasi bentrokan sosial diantara masyarakat yang kemungkinan besar akan terjadi. Pendukung calon Bupati terpilih bentrok dengan pendukung calon bupati yang gagal. Bentrokan ini sudah mengarah ke kemungkinan pembunuhan karena yang bentrok pada bawa-bawa potongan besi beton, senjata tajam dan sejenisnya (batu adalah perlengkapan standar). Saya jadi trenyuh, itu yang bentrok kok ga menyadari betapa gobloknya mereka. Betapa mereka menyia-nyiakan anugrah besar dari-Nya yang bernama "OTAK". Apa sih yang didapat dari bentrokan itu? Pendukung A cidera, pendukung B juga. Pendukung A mati, pendukung B juga ada yang mampus. Trus yang cidera, yang mampus dan yang tidak tadi akan jadi makmur gitu kalo jagoannya menang? Keluarga yang mampus akan diurusin seumur hidupnya gitu?
Cih. Betapa menyedihkan. Mereka mo berdarah-darah, mo mati sekalian, yang tertawa tetap yang mereka dukung itu. Yang dipikirkan adalah bagaimana kelompoknya bisa menang. Lihat saja sampai sekarang, orang-orang yang mereka gadang-gadang itu tidak ada yang turun tangan untuk saling menenangkan massa. Hal yang mestinya mereka lakukan sebagai pemimpin sejak jauh-jauh hari. Melakukan tindakan pencegahan at any cost, kalo memang ingin daerahnya maju, aman dan makmur. Malah sepertinya cuek, membuat keadaan semakin kacau dan kemudian memancing di air keruh.
Apa mereka itu ga belajar dari bencana Maluku sebelumnya? Bencana Sampit? Di daerah yang sama sebelumnya juga pernah terjadi bentrok antara TNI dan Polri. Buset deh ...
Apa mereka ga pernah mikir kalo mereka itu tengah dimanfaatkan para bangsat yang cuman ingin mengejar kekuasaan saja?
Hari ini saya menyaksikan hal lain lagi. Grand Indonesia adalah sebuah mall mewah yang cukup baru hadir di Indonesia. Tepatnya. Pertama kali saya ke sini waktu acara Pesta Blogger 2007. Yah saya cuma sempat sedikit mengitari West Mall bersama rombongan blogger Angingmammiri dari Blitz Megaplex di lantai 8 setelah acara berakhir. Minggu kemarin saya berkesempatan lagi ke sana. Niatnya sih cuman mo nonton Wanted, tapi akhirnya menjelajah mall juga sembari menunggu waktu. Buset emang gede banget, sempat nyasar tau-tau muncul di east mall. Ada bagian yang mayan bagus untuk berfoto, maka saya berjanji ke pacar saya untuk ke sana lagi weekend ini. Just for taking picture.
Nah Sabtu kemarin saya + pacar ke Grand Indonesia untuk poto-poto plus nonton Batman. Dapat yang jam 21.45. Jadilah kita muter-muterin mall lagi just for killing time. Poto-poto di lantai 5 dan 4 sambil nungguin jam water fountain show. Karena sepertinya belum makan seharian, si yayang jadinya sakit kepala. Jadilah nyari tempat makan terdekat. Kebetulan kami ada di lantai tempat foodcourt yg bernama Food Lover (or something) berada. Wah ramai, setelah muterin foodcourt tersebut (yang harga makanannya pada fantastis) akhirnya kami pilih fastfood ajah. Antri di 2 counter yang berbeda - karena menu kami beda - sambil berharap dikeramaian seperti ini lebih banyak orang baik out there dibandingkan yang egois.
Well, I was wrong.
Choosing what kind of food you want to eat might be a little problem. But finding a place to eat it properly is another one.
Setelah berkeliling beberapa kali, sampai overlap tempat yang sama, saya cuman bisa istighfar. Saya bisa makan di mana saja, tapi pacar saya sedang migrain berat dan harus bawa-bawa nampan yang berat juga. Saya mesti carikan tempat duduk biar dia bisa istirahat sejenak. Dan yang saya temukan cuman orang-orang egois, tidak peduli lingkungan dan tidak punya toleransi.
Ada meja kosong yang kira-kira muat untuk 6 orang. Cuman 2 orang anak yang sedang duduk di sana. Jadi kami nyamperin mereka dan bertanya, apakah meja sebelah kosong dan mau berbaik hati sharing meja dengan kami. Si anak bertanya, kami ada berapa orang soalnya mereka sendiri bertiga (2 orang anak + 1 mamanya). Yah kami bilang cuman berdua aja, dan si anak baik ini menjawab kalo kami bisa sharing meja. Saat itu sang mama datang dan bilang ke anak baik tersebut dengan nada ketus untuk tidak memberikan meja kepada kami.
Hello, tuh meja buat enam orang dan tuh ibu mo nguasain buat mereka bertiga saja? Masya Alloh, saya kasihan melihat raut muka anak itu dan adiknya yang seakan merasa bersalah banget pada kami karena ga berani membantah mama borju-nya. It's not your fault Little Miss. It's just your Mom so sux and have to learn something from you. Mungkin kami terlihat kucel sehingga tidak layak untuk sekedar duduk di samping mereka kali yah.
Rombongan pencari meja di depan kami juga mengalami kejadian yang tidak kalah miris. Seorang ibu dan anak-anaknya selesai makan. Dah abis lah tuh makanan mereka, mungkin cuman sisa kuah saja. Salah seorang anggota rombongan bertanya ke sang ibu apakah mereka sudah selesai makan dan boleh gantian meja dengan mereka. Si ibu borju itu dengan cuek, nada judes jutek kaya di shitnetron-shitnetron tv menjawab belum. Masya Alloh, tuh ibu mo makan mejanya kali. Padahal anak-anaknya ajah sibuk maen NDS, ga ada yang makan lagi. Rombongan depan saya -termasuk saya- cuman bisa menghela nafas dan berusaha tersenyum.
Berpindah ke meja lain, ada sekeluarga terdiri seorang bapak, ibu, dan anaknya menyantap KFC. Si orang tua jelas-jelas sudah makan, sedang si anak cuman main-main butiran-butiran nasi yang masih tersisa. Pertanyaan yang sama diajukan, dan reaksi si bapak itu cuman melihat kami dengan raut muka yang dapat diterjemahkan sebagai berikut:
Gue lom selesai makan. Kalopun sudah, gue ogah pergi"
Phew, keluarga ini secara tidak langsung telah mengajari anaknya untuk tidak menjadi makhluk sosial sebagaimana mestinya. Bukannya mengajari si anak untuk segera menghabiskan makanan, tidak main-main dengan makanan, tapi malah terlalu memanjakannya. Yang nyerobot meja juga banyak. Benar-benar deh dikalangan orang berada atau dari keluarga berada ini rasa tenggang rasa, tepo sliro, toleransi benar-benar sebuah hal ajaib yang susah untuk di dapat. Jangankan peduli dengan somebody out there whose not sharing fortune like them, diantara mereka ajah kepedulian itu tidak ada. Yang ada hanya diantara kelompoknya.
Tapi tidak semua seperti itu, ada satu keluarga yang sangat baik. Karena sepertinya migrain semakin menyerang, si yayang dah ga tahan. Sementara saya nyamperin satu meja ke meja lainnya dibagian luar foodcourt, dia taruh ajah tuh nampan di pagar pengaman lantai sambil nyobain sup nya dikit-dikit. Seorang petugas mendatangi dan bertanya apakah dia ga dapat meja. Pertanyaan retorik yang ga ada gunanya ditanyakan. Dah jelas-jelas puluhan orang ngider-ngider nyari tempat duduk kok masih ditanya kaya gitu.
Saat melongok-longok, seorang ibu memberikan tanda. Dia bilang untuk di sini saja karena mereka sekeluarga baru selesai makan. Dia kemudian menyuruh anaknya untuk membawa air mineral yang belum habis mereka minum dan menyudahi makan yang tinggal kuah-kuahnya itu. Pheww, leganya :) Si ibu tersebut malah sempat bantu beres-beresin mangkoknya segala. Eh si bapak kok ga malah bantuin istrinya sih :D Anyway, terima kasih untuk satu keluarga ini yang telah berbaik hati pada kami berdua yang kucel ini. Hehehehe si yayang sempat komentar waktu berangkat tadi kalo tshirtnya rada-rada "bladus".
Yah begitulah, no wonder kalo negara ini makin down under. Tinggal nunggu waktunya collapse ajah kok.
Read this post on my new blog
http://nuy.jirolu.net/2008/07/20/indonesia-kebodohan-menghilangnya-kepedulian-sosial/
No comments:
Post a Comment