yang sempurna hanyalah....
cinta
Begitulah tagline-tagline yang sempat saya ingat dari film Love The Movie.
Ya ya ya ya, "another" film Indonesia dengan judul berbahasa Inggris...
Saya agak pilih-pilih kalau diajak nonton film Indonesia. Habisnya, kebanyakan film Indonesia sekarang ga ada bedanya dengan siaran televisi. Isinya setan-setan mulu dengan cerita ga jelas dan ga ada gregetnya. Opsi lain palingan film-film ABG yang lebih banyak bergaya borjuis, kembali dengan cerita "ga jelas" dan ga ada gregetnya.
Tapi yang ini beda, film ini bagus. Dari sisi cerita, sudut pengambilan gambar, casting, bahkan pemilihan soundtracknya. Salut buat Erwin Gutawan dan "Indonesian Little Soprano" Gita Gutawa. Tidak lupa juga buat Padi, Gigi dan So7 :)
Jika kamu pernah nonton Love Actually, drama romantis dari Inggris tahun 2003 itu, cerita ini punya beberapa kesamaan. Kombinasi berbagai cerita dalam satu alur. Bedanya di Love Actually ada sekitar 10 cerita (cmiiw), di Love the Movie ini cukup 5 cerita saja. Di Love Actually kalau tidak salah ada cerita tentang tokoh yang bekerja sebagai body-double (minjam istilah dari blognya Dian Sastro)/stand-in untuk adegan sex (plus adegannya tentunya), di sini kamu cukup akan melihat Wulan Guritno berciuman heboh dengan Fathir, plus "berusaha" tampil menggoda dengan kain tipis rada transparan (entah apa sebutannya) serta adegan backless di shower.
Nah, awal cerita ditandai dengan adegan sepasang anak-anak sedang bermain di sawah, dengan iringan lagu "Sempurna" versi Gita Gutawa. Si anak cowok membuatkan sebuah gelang untuk temannya, si anak cewek.
"Kalau gelangnya rusak, panggil aku. Karena hanya aku yang bisa memperbaiki gelang itu"
Begitu sih kalo ga salah isi dialognya. Kemudian ayah si anak cowok memanggilnya, dan mereka lari ke pinggir sungai. Kedua teman masa kecil ini belum rela berpisah karena keluarga si anak cowok yang di akhir film terungkap sebagai Gilang (Surya Saputra) ini akan pindah ke tempat lain.
Adegan mulai mengalit dinamis, sejalan dengan Sempurna versi orkestra yang digubah sedikit lebih nge-beat :) Saya suka banget Sempurna versi instrumentalia ini :)
Ada Rama (Fauzi Baadilah) yang berjalan gontai dengan tampang orang tidak bersemangat hidup, menginjak sepotong kertas yang kemudian lengket ke sepatunya. Si kertas sukses masuk ke dalam tasnya. Ada Gilang (Surya) dengan anaknya yang akan melepas Miranda (Wulan Guritno) yang sepertinya akan ada acara kantor rame-rame. Begitu masuk bis Big Bird Miranda menemukan kertas "I miss you already --G--" di dalam buku bacaannya, kemudian Fathir datang dan duduk di samping Miranda. Ada Iin (Acha) yang baru turun dari bis antarkota dan langsung dikerubutin calo. Ada cewek berbaju kuning (Laudya) di dalam bis transjakarta (baca: busway). Sewaktu sang cewek turun di halte bank indonesia, seorang cowok ber-mp3 player(Irwansyah) yang sebelumnya sempat memperhatikannya di dalam bis, tergopoh-gopoh ingin menyusul turun. Apa daya, pintu sudah keburu menutup. Jadi dia cuman bisa nyengir sambil nempel di pintu "busway" yang mulai berjalan di-iringi senyuman si cewek yang ternyata bernama Dinda. Ada Awin (Darius), yang bekerja di sebuah toko buku, menata tumpukan novel baru karangan Tere Wijaya (Luna Maya). Ada Bu Lestari (Widyawati) yang rebutan dengan asistennya tang tengah hamil tua mo masang spanduk restoran. Kemudian datang Pak Guru Nugroho (Sophan Sophian) membantu.
Semua pasangan sudah muncul? Sepertinya sudah.
Dari 5 cerita tadi, cerita yang paling bagus menut saya adalah cerita tentang Rama-Iin, Bu Lestari - Pak Guru. Saya akan membahasnya belakangan. Save the best for last :)
Gilang - Miranda
"Jika ada yang perlu dikorbankan dalam masalah ini,
saya harap itu bukan Icha"
Gilang dan Miranda adalah pasangan yang menikah di usia muda. Mungkin MBA, ada dialong yang menyinggung ke sana. Mereka punya seorang putri bernama Icha yang menderita autis. Miranda mungkin tidak siap untuk berperan sebagai istri atau sebagai ibu atau bahkan merasakan cinta terhadap suaminya sendiri. Akhirnya dia berselingkuh dengan rekan sekantor. Tertangkap basah berciuman "panas" di depan suaminya. Konflik memanas, namun cinta sesungguhnya yang mereka rasakan begitu dalam akan buah hati mereka, Icha, dapat mengekang ledakan yang akan muncul.
Penonton mungkin akan setuju jika sang ayah akan lebih baik mengasuh putrinya yang autis, dibandingkan ibunya yang selingkuh. Tapi Gilang akhirnya bisa menahan amarah dan mengedepankan nuraninya.
"Icha juga butuh ibunya"
Surya pas banget dengan perannya.
Menurut saya, adegan Wulan Guritno tampil seksi sebagai flashback bayangan Gilang bisa dibilang scene yang bocor, "flaw". Akan lebih menyentuh jika adegan tersebut diganti dengan saat-saat Miranda & Gilang menyambut kelahiran Icha misalnya, atau pertama kali Icha bisa berjalan atau tertawa. Akan lebih menyentuh dengan cerita mereka soal perselingkuhan.
Tere - Awin
"Hidup ini seperti toko buku, ...."
Cerita segmen ini tidak ada yang spesial. Luna Maya berperan memerankan profesinya sendiri, sebagai selebriti. Dalam hal ini didunia pengarang buku yang sukses. Awin adalah pekerja toko buku, tapi terobsesi ingin menerbitkan buku karangannya sendiri namun belum menemukan jalannya. Perkenalan jutek antara Tere dan Awin plus comblang Pak Chandra sang pemilik toko buku membawa mereka ke dalam hubungan yang lebih dekat.
Awin yang selama hidupnya mungkin terlalu idealis, tidak siap menerima perhatian tulus yang ditunjukkan Tere. Niat baik ditanggapin dengan buruk sangka. Namun rasa cinta yang terpendam diantara keduanya bisa mendamaikan keduanya.
Dinda - Restu
"Dari mana lo bisa tau nama gue?"
"Nama loe kisanak apa dinda?"
Siapa Restu? Dia hanya seorang cowok (mungkin mahasiswa) yang jatuh cinta pada pandangan mata dengan Dinda yang dilihatnya di dalam bis Transjakarta (baca: busway)
Dinda? Dia (mungkin) mengajar di kelas/sekolah khusus tempat di mana Icha bersekolah. Tapi sebenarnya dia adalah penderita kanker payudara akut yang tidak bisa lepas dari botol air mineralnya. Saat Restu gila menyatakan cintanya Dinda sempat berbunga-bunga seperti mawar kuning yang diulurkan setiap penumpang bis yang turun di halte Bank Indonesia tempat dia menunggu. Namun dia tidak mau lari dari kenyataan. Dia tidak ingin merasa mendapat kebahagiaan semu dan mengecewakan Restu. Rasa itu ada, tapi ada hal lain yang tidak bisa diingikari.
Bella aktingnya bagus, dibanding film dia sebelumnya. Itu lho yang Beneran Biasa Banget. Mungkin Bella perlu menyeleksi film-film yang akan dia bintangi supaya mendapatkan peran yang pas bisa mengasah karakter aktingnya. Tidak sekedar nampang main film saja.
Ps: maaf, aku belum pernah beri kamu bunga :(
Lestari - Pak Guru
"Saya takut....
Pak Guru ngga boleh takut, ya"
Apa yang bisa diharapkan dari pasangan aktor-aktris senior ini? Perfection.
Akting mereka memang berkelas, sebuah pelajaran yang bisa diambil oleh Luna Maya cs untuk mengasah kemampuan akting mereka.
Bu Lestari adalah orang baru disebuah lingkungan. Restoran yang baru dibukanya rupaya dulu bekas tempat reparasi jam milik seseorang bernama Hengki. Itulah yang menjadi awal pertemuan antara Bu Lestari dengan Pak Guru Nugroho. Cinta tidak mengikat umur, mungkin begitu awal maknanya. Bu Lestari yang setelah sekian lama hidup sendiri (suami sudah meninggal sementara anak sudah punya kehidupan bersama keluarganya sendiri) menemukan sosok "teman" dalam diri Pak Guru pada percakapan pertama mereka. Namun saat pertemuan kedua terjadi, penonton dibuat terhenyak. Ada yang aneh dalam diri Pak Guru. Ya, Pak Guru menderita Alzhaimer yang menyerang sebagian memorinya. Dia selalu mengulangi rutinitas kehidupan hari-harinya dan tidak ingat akan hal-hal baru yang terjadi dalam hidupnya. Bahkan sosok Amir (Gading Marten) yang selalu dibanggakan sebagai anaknya sebenarnya adalah Arif, cucunya sendiri. Amir telah meninggal bertahun-tahun sebelumnya. Di sini makna cinta menjadi bergeser. Cinta bukan hanya perasaan suka antar lawan jenis, tapi lebih global daripada itu. Itu yang ditunjukkan Bu Lestari. Hasilnya? Gading semestinya bisa menekankan akting terharunya saat Pak Guru untuk pertama kali memanggil Arif, bukan lagi Amir.
Bu Lestari dan Pak Guru tampil begitu lebih hangat dan natural, karena ada cinta dibalik peran mereka itu.
Rama - Iin
"Kita sudah sama-sama dibodohi, ya mas?
sama cinta..."
Di segmen ini semuanya tumpah ruah. Haru, sedih, lucu, gembira. Tumplek blek jadi satu.
Rama adalah seorang pegawai percetakan milik kakaknya, Rio (Ario Wahab).
Iin, adalah seorang wanita muda dari Sukabumi yang nekat datang ke Jakarta tanpa punya ongkon pulang untuk mencari temannya, Heri Santoso. Apa daya sampai ditujuan, yang dicari tidak ada. Tapi Iin yang polos dari desa, ceplas-ceplos dan tabah tidak putus asa begitu saja. Dengan tanpa uang sepeserpun dia mendatangi tempat percetakan dekat kantor si Heri, di mana Rama bekerja di sana. Pingsannya Iin di pintu masuk menjadi awal hubungan antara kedua tokoh.
Iin yang mencari cinta, Rama yang kehilangan cinta. Rama belum bisa menerima kenyataan, takut mengungkapkan perasaan. Iin, begitu optimis dalam mengejar cintanya. Tapi akhirnya hancur juga pada kenyataan, Kang Heri yang dikejarnya ke Jakarta telah bersama wanita lain. Lebih menyakitkan Iin, dia hanya dianggap sebagai "teman". Mendekati akhir cerita terungkap mengapa Iin begitu murka dengan istilah "teman" tadi. Saat nyaris semua tokoh saling berpapasan di rumah sakit.
Oji yang tampil "sangar" di 9 Naga atau jadi "berandalan" di Mengejar Matahari jadi berbalik sekian derajat. Kurus, kucel, pandangan mata kosong seperti orang kesambet.
Acha? Mungkin ini film terbaiknya. Walau tidak full satu film, tapi akting dia ... apa yah istilahnya ... kena banget. Pas disasaran. Adegan nangis dia di film ini lebih bermakna dibanding di film Love is Cinta atau Heart. Tokoh Iin dengan logat sunda yang kental, cara ngomong yang ceplas-ceplos, nyengir, ngeyel ... pas banget deh. Kalo Iin diperankan Shandy Aulia atau Agmon, mungkin jadinya akan ancur :P Paling ga mungkin tidak akan menjadi segmen terbaik pilihan saya :P
Dari hancurnya hati kedua tokoh tersebut, menumbuhkan benih baru yang berasal dari rasa saling mengisi dan melengkapi diantara keduanya. Pencarian berakhir ...
"Kita ngga bakal tahu apa yang terjadi besok
kalau hari ini kita berhenti ..."
Si dodol satu ini sempat ngeledekin saya pas makan siang waktu saya merekomendasikan Love untuk ditonton. Mungkin dia udah kelewat apatis dengan tayangan TV dan film Indonesia yang garing dan kurang greget itu. Mungkin kalo dia ma ceweknya sempat nonton, komentarnya akan berbeda. Saya sempat seperti itu sebelum nonton, pesimis juga, tapi ada Sophan Sophian + Widyawati + mata Sinchan si koala akhirnya saya nonton juga. Dan inilah sinopsis/resensi/review atau apalah istilahnya. Saking terkesannya mungkin saya bisa nulisin lebih banyak ingatan saya akan scene-scene yang ada di film tersebut. Tapi nanti jadinya malah spoiler hehehehhehehehe, bisa dipentungin orang banyak nanti :P
Saya puas nontonnya.
FYI, film Love the Movie disutradarai oleh Khabir Batia, seorang sineas asal Malaysia.
Love adalah remake film Malaysia berjudul "Cinta" yang juga disutradari oleh Khabir tahun 2006 silam.
Read this post on my new blog
http://nuy.jirolu.net/2008/02/18/love-the-movie/
1 comment:
tertarik nonton film ini karena lagunya dan scoring music nya yang membangun emosi cerita. coba bayangin deh kalo musiknya gak ditangani sama erwin gutawa, apa bakal terlihat indah seperti sekarang?
Post a Comment